Lebih dari sebulan lalu, saya sudah melihat anak saya membuat banyak coretan. Sepintas lalu, ia tampak seperti membuat banyak gambar.
"Kamu menggambar apa?"
"Bukan gambar. Ini game"
Ya. Jika diperhatikan agak saksama, apa yang ia gambar dengan pinsil itu menyerupai interface game Play Station.
"Game apa?"
"Yugi-Oh".
Di lembar-lembar kertas bergaris, saya melihat banyak karakter yang ia sudah buat. Banyak venue yang ia ciptakan sebagai ajang permainan karakter-karakter game-nya. Ia menuliskan rule permainannya (konon sudah sesuai dengan rule yang lazim dalam permainan ini. Entahlah. Saya tidak tahu apa-apa soal game yugi-oh)
"Ganti kertasnya. Pake kertas polos saja"
"Lho, kenapa, ayah?"
"Supaya lebih gampang di-scan di komputer. Nanti kamu bisa bikin game komputer sendiri dengan tokoh-tokoh itu. Atau, paling tidak, kamu bisa bikin kartu yugi-oh sendiri".
Saya memang pernah mengenalkan dia cara membuat game komputer sendiri sejak dua tahun lalu, setelah saya mengenalkan dia cara membuat musik digital sendiri juga. Beberapa karya musiknya sudah jadi (meski, saya tidak bisa menikmati cita rasa musikal dia .. ha ha ha).. Beberapa game-nya juga dia anggap sudah selesai, meski tanpa rule yang jelas (mungkin karena saya memang belum mengajarinya lebih menyeluruh soal membuat game komputer ini).
Dia menurut. Berlembar-lembar kertas sudah dipenuhi oleh apa yang dia sebut sebagai game.
Dan, baru hari ini saya punya kesempatan mengajarinya membuat kartu yugi-oh sendiri. Dengan cara sederhana. Dengan bahan yang sudah ada.
Saya hanya meminta dia melakukan beberapa hal saja.
- Scan gambar karakter yang sudah ia gambar
- Memilih file image kartu Yugi-oh yang pernah ia download (katanya, dari www.my1stop2shop.com)
- Mengajarinya sebentar untuk memanfaatkan Adobe Photoshop: cara cropping, cara menghapus, cara membuat layer, cara meng-copy, cara mem-paste, men-transform image.
Sebentar kemudian, dia sudah asik sendiri. Padahal beberapa menit sebelumnya dia mengeluh terus menerus, "Aku ngapain nih?" Maklum, waktu itu kuota bermain Play Station-nya sudah habis.
Sekitar satu jam kemudian, dengan sedikit bantuan, ia sudah menyelesaikan sebuah kartu yugi-oh. Ada beberapa tulisan di dalamnya, yang katanya memang lazim dalam rule permainan kartu yugi-oh.
Dia memberi nama kartu itu "Master Emperor Bean". Di bawahnya tertulis keterangan "(Warrior) A God Bean Who Use a A Sword For Attack And Shield For Save His HP. (ATK ???? HP X000)"
Dia sudah tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya:
- Mencetak-nya di kertas polos
- Menggunting dan menempelkannya di atas kartu yugi-oh yang ia anggap tak terpakai
- Jadilah sebuah kartu yugi-oh baru yang unik
Dia tampak senang dan bangga. Tak seorang pun akan memiliki kartu yang ia buat sendiri.
Hmmm ... kadang kala untuk menyenangkan dan membuat kreatif seorang anak tak perlu upaya yang terlalu berat. Sesederhana itu saja.
Saya jadi teringat pada sebuah diskusi di sebuah milis pendidikan beberapa tahun lalu tentang pendidikan komputer di sekolah dasar. Seorang member menyatakan keberatannya jika seorang siswa dibebani oleh pelajaran komputer. "Akan berat. Kasihan anak-anak," kurang lebih begitulah yang ia tulis.
Orang ini, saya kira, mewakili banyak orang yang punya persepsi bahwa agar anak-anak mampu menggunakan komputer maka harus ada pelajaran komputer di sekolah. Sebuah persepsi yang aneh, bagi saya. Ya, aneh. Sebab saya tidak pernah mendengar ada pelajaran tentang palu di sekolah kejuruan. Saya juga tidak pernah mendengar ada pelajaran tentang pacul, tangga, obeng, atau dongkrak.
Anak-anak -dan juga kita, orang dewasa- tidak membutuhkan mata pelajaran komputer di sekolah. Yang mereka butuhkan adalah belajar dengan komputer; bukan belajar komputer. Belajar komputer hanya bagi mereka yang mau jadi ahli komputer. Belajar dengan komputer adalah bagi semua orang.
0 komentar:
Posting Komentar