Garind malah cekikikan. Tapi Fla tetap mengunyah rotinya, dengan pandangan lurus ke depan. Lambung pesawat yang besar ini tiba-tiba seperti mengecil dalam bayangannya. Dari pengeras suara, awak pesawat mengumumkan, sekitar tiga jam lagi pesawat akan tiba di Frankfurt. Airport di kota itu telah menyambut kedatangan mereka dengan iming-iming belanja yang luar biasa mahalnya.
Garind menatap tajam ke arah Fla. Seperti sedang menjajagi ekspresi perasaan wanita muda itu. Lewat pengeras suara, awak pesawat memerintahkan agar penumpang mengenakan kembali seat belt-nya. Pesawat hendak sedikit bergoyang tak lebih dari setengah menit.
Tanpa bisa menyembunyikan kegugupannya, Fla langsung memasukkan kembali kepala sabuknya dengan ujung lubang yang lain. Cukup rapat.
''Sandaran kursinya...'' Garind memperingatkan.
Setengah malu, Fla lantas membetulkan letak sandaran kursinya yang masih miring. Pesawat mulai bergoyang. Fla memejamkan mata, kemudian berdoa. Laki - laki di sampingnya melirik nakal. Setengah tersenyum, ia jatuhkan tubuhnya di punggung kursi dalam - dalam.
Ketika pesawat Mega Top ini menjejak landasan, lagi - lagi Fla dibuat kebingungan. Ia sangsi, akankah Stop Over di Frankfurt harus berganti pesawat. Sebelum niat bertanya itu ia lontarkan, Garind langsung nerocos sok pintar:
''Cuma istirahat dua jam. Tinggal saja bawaan beratmu di pesawat. Kalau mau beli cokelat atau apa, bawa tas tanganmu. Jangan lupa paspornya. Kita akan diperiksa lagi sebelum masuk pesawat.''
Rasa jengah itu tidak bisa disembunyikan. Dari wajah Fla yang mulai pucat, nampak rona kemerahan semburat di sana.
''Percaya nggak sama manusia vampir?'' Garind bertanya spontan, saat keduanya melewati pintu pemeriksaan transit, dan menukar paspor dengan sebuah tiket plastik.
Sepanjang perjalanan antara ruang transit ke ruang tunggu, tak henti - hentinya lelaki itu mengutuk novelnya Anne Rice. Menurutnya, Interview with the Vampire terlalu melogis - logiskan dongeng.
''Setiba di New York, kita bisa nonton film terbaru Hollywood pasca WTC-Gate. Tapi di Embassy Suites - Broadway, saat ini sedang dipentaskan lagi sebuah teater musikal, Beauty and the Beast. Tak jauh dari sana ada McDonald's. Kita bisa diskusikan pementasan itu sambil ngemil.''
Fla menghentikan langkahnya. Tepat di depan ''Delikatessen,'' sebuah toko cinderamata terlengkap, ia berbelok. Terlihat sekali kalau Garind keteteran membuntutinya.
''Kau mau borong apa, Fla?''
Yang dibuntuti cuma membisu. Namun mulut Garind akhirnya menganga membentuk huruf ''O'' begitu mendapati Fla membeli sejumlah boneka dan papan lambang kota Frankfurt.
''Di sini mahal - mahal, Non.''
''Ini perjalanan pertamaku keluar negeri. Sedikit boros tidak mengapa.''
Lelaki itu serasa kalah langkah. Ia cuma manggut - manggut, tanda menyerah. Berikutnya, Garind lebih sering diam ketika dengan lincahnya Fla keluar masuk toko yang berada di kawasan bandara.
Dalam perjalanan kembali menuju ruang transit, keduanya seolah sepasang partner yang tidak canggung lagi. Beberapa kali Garind membantu jinjingan perbelanjaan kawan barunya, sementara Fla tetap saja dingin. Laki - laki berkulit cokelat, dengan bentuk dagu kuat itu pun lebih sering memilih nyengir.
Tapi dalam penerbangan menuju New York, ceriwisnya kambuh lagi. Karena sudah merasa di atas angin, Fla langsung menghardik.
''Maaf deh, sedari tadi omonganmu nggak jelas juntrungnya. Sebenarnya kamu ini siapa, sih?''
Yang ditanya malah linglung. Kepalanya geleng - geleng kecil, lantas menengadahkan wajah ke langit - langit pesawat.
''Kamu ini kayaknya orang yang kerap sekali bepergian ke Amrik?''
Garind menghela nafas pendek. Senyumnya hambar.
''Berapa kali dalam setahun kamu bepergian seperti ini?''
Garind tidak secepatnya menjawab. Dengan demikian Fla semakin yakin, bahwa teman barunya ini jenis orang yang terbiasa hidup di lingkungan atas. Keyakinan itu kian tebal saat Garind mengusap rambutnya. Saat tangan kirinya bergerak ke atas, sekelebatan mata Fla menangkap jam tangan Philippe Charriol yang dikenakannya. Jam tangan buatan Paris yang dikenal mahal, pikirnya.
''Ini yang keempat kalinya sepanjang sepuluh bulan terakhir.''
0 komentar:
Posting Komentar