Beginilah jika tak jelas siapa yang seharusnya bertanggung jawab pada kawasan revitalisasi Kota Tua. Paling tidak, kawasan inti di sekitaran Taman Fatahillah hingga ke Jalan Pintu Besar Utara dan Kalibesar Timur. Belum kelar persoalan warung tenda atas nama Wisata Malam ala Paguyuban Kota Tua Sektor Taman Fatahillah dan Kalibesar, muncul lagi soal kutip mengutip. Kali ini, keluhan terdengar dari pengojek sepeda.
Jika ada pihak yang harus ditagih tanggung jawabnya, tentu dia adalah Pemprov DKI dalam hal ini Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo. Pasalnya, program atau lebih tepatnya proyek revitalisasi Kota Tua itu adalah dedicated program Pemprov DKI.
Nyatanya, hingga kini masterplan revitalisasi Kota Tua dan keputusan siapa yang jadi “mandor” resmi dalam rangka revitalisasi tersebut tak juga keluar. Pihak Wali Kotamadya Jakarta Barat pun tampaknya kewalahan jika memang benar diberi kuasa untuk jadi mandor di sana. Pasalnya, tugas mereka tak hanya asal jadi mandor, tetapi seharusnya juga paham betul apa yang dihadapi di kawasan itu.
Alhasil, semua pihak merasa turut berkepentingan di Kota Tua. Tentu, ia berkepentingan atas uang yang mengalir di sana, atas semua kesempatan yang bisa dibikin di sana, dan atas penguasaan lahan yang semena-mena.
Kembali soal kutip-mengutip atau pungli atau pungutan liar, uang sebesar Rp 10.000 per minggu harus dibayarkan para pengojek yang memiliki sedikitnya 10 sepeda. Dibayarkan ke siapa? Ke wilayah lokal dalam hal ini Rukun Wilayah 06 di bawah Kelurahan Pinangsia. Alasan pembayaran? Untuk kebersihan, keamanan, ketertiban, dan lain-lain.
"Memang ini aturan baru, setelah ada ketua rukun warga (RW) baru. Soalnya kan masalah kebersihan, keamanan, ketertiban, diserahkan ke ketua RW 06 yang baru," ujar salah seorang sumber Warta Kota.
Sumber lain juga mengeluh soal aturan kutip-mengutip yang baru. "Kalau cuma punya 5 sepeda, boleh bayar cuma Rp 5.000 per minggu. Kalau 10 atau di atas itu ditetapkan Rp 10.000 per minggu," ucap sumber tadi. Jumlah sepeda yang disewakan di Kota Tua mencapai lebih dari 250 sepeda.
Ketika Warta Kota mengonfirmasikan hal itu ke Sumanta selaku Lurah Pinangsia, ia mengakui bahwa ide memfungsikan warga untuk ikut terlibat dalam wilayah itu memang keluar dari pihak Kelurahan Pinangsia. "Tapi tujuannya hanya memfungsikan, ikut menjaga keamanan, kebersihan, ketertiban di kawasan itu supaya mereka enggak hanya jadi penonton. Tapi mereka enggak berhak mengutip apa pun," ungkap Sumanta kepada Warta Kota, Selasa (25/5/2010).
Saat ditanya, apakah keberadaan "kekuasaan" ketua rukun wilayah tidak akan bertabrakan dengan UPT Kota Tua, satpol PP, kebersihan dari pihak kelurahan? Sumanta menjawab tidak. "Dengan UPT Kota Tua kalau bisa bekerja sama kan lebih baik. Jadi sebagai mitra. Biar mereka juga merasa diajak partisipasi," paparnya.
Pada kesempatan lain, dari pihak Rukun Wilayah 06, ada sumber yang mengatakan, "Tripikel memang sudah menyerahkan keamanan, ketertiban, kebersihan, pokoknya tugas di lapangan kepada kami. Makanya semua kegiatan harus berkoordinasi dengan kami," tandas si sumber, yang juga masuk dalam kepengurusan RW 06 dan menolak memberikan nomor kontak ketua RW yang baru. “Beliau tidak angkat nomor yang tidak dikenal, kunci ada di saya karena saya sebagai motivator,” demikian pesan pendek yang diterima Warta Kota dari sumber di RW 06 tadi.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Arie Budhiman dalam pesan pendeknya dari Rusia menyatakan, “Pihak di Kota Tua sesuai dengan kapasitas dan kompetensinya sebenarnya punya kewajiban bersama untuk menjaga keindahan, kebersihan, keamanan, dan ketertiban kawasan Taman Fatahillah, bukan malah memanfaatkan ruang dan lahan semaunya sendiri.”
Sementara itu, Wakil Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Tinia Budiati tidak menjawab panggilan Warta Kota dan belum menjawab pesan pendek yang dikirim. Kepala UPT Kota Tua Candria Attahiyyat menyatakan tidak tahu-menahu soal melibatkan warga dalam soal menangani kebersihan, ketertiban, dan keamanan di bawah ketua RW 06 yang baru.
0 komentar:
Posting Komentar